BAB I
PEMAKAIAN HURUF KAPITAL DAN HURUF MIRING
A. Huruf Kapital[1]
1.
|
Huruf kapital atau huruf besar dipakai
sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
|
||||||||||||||
|
Misalnya:
Dia membaca buku.
Apa maksudnya?
Kita harus bekerja keras.
Pekerjaan itu akan selesai dalam satu jam.
|
||||||||||||||
2.
|
Huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama petikan langsung.
|
||||||||||||||
|
Misalnya:
Adik bertanya,
"Kapan kita pulang?"
Orang itu
menasihati anaknya, "Berhati-hatilah, Nak!"
"Kemarin
engkau terlambat," katanya.
"Besok
pagi," kata Ibu, "dia akan berangkat."
|
||||||||||||||
3.
|
Huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama dalam kata dan ungkapan yang berhubungan dengan agama, kitab suci,
dan Tuhan, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
|
||||||||||||||
|
Misalnya:
|
|
|
||
a.
|
Huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama
orang.
|
||
|
|
Misalnya:
Mahaputra Yamin
Sultan Hasanuddin
Haji Agus Salim
Imam Syafii
Nabi Ibrahim
|
|
|
b.
|
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf
pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti
nama orang.
|
|
|
|
Misalnya:
Dia baru saja
diangkat menjadi sultan.
Pada tahun ini
dia pergi naik haji.
Ilmunya belum
seberapa, tetapi lagaknya sudah seperti kiai.
|
|
5.
|
a.
|
Huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama unsur nama jabatan yang diikuti nama orang, nama instansi, atau nama
tempat yang digunakan sebagai pengganti nama orang tertentu.
|
|
|
|
Misalnya:
Wakil Presiden Adam Malik
Perdana Menteri Nehru
Profesor Supomo
Laksamana Muda Udara Husein Sastranegara
Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian
Gubernur Jawa Tengah
|
|
|
b.
|
Huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama nama jabatan atau nama instansi yang merujuk kepada bentuk
lengkapnya.
|
|
|
|
Misalnya:
Sidang itu
dipimpin oleh Presiden Republik Indonesia.
Sidang itu
dipimpin Presiden.
Kegiatan itu
sudah direncanakan oleh Departemen Pendidikan Nasional.
Kegiatan itu
sudah direncanakan oleh Departemen.
|
|
|
c.
|
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf
pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak merujuk kepada nama orang, nama
instansi, atau nama tempat tertentu.
|
|
|
|
Misalnya:
Berapa orang camat
yang hadir dalam rapat itu?
Devisi itu
dipimpin oleh seorang mayor jenderal.
Di setiap
departemen terdapat seorang inspektur jenderal.
|
|
6.
|
a.
|
Huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama unsur unsur nama orang.
|
|
|
|
Misalnya:
Amir Hamzah
Dewi Sartika
Wage Rudolf Supratman
Halim Perdanakusumah
Ampere
|
|
|
|
Catatan:
|
|
(1)
|
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf
pertama seperti pada de, van, dan der (dalam nama
Belanda), von (dalam nama Jerman), atau da (dalam nama Portugal).
|
|
|
Misalnya:
J.J de
Hollander
J.P. van
Bruggen
H. van der
Giessen
Otto von
Bismarck
Vasco da
Gama
|
|
(2)
|
Dalam nama orang tertentu, huruf kapital
tidak dipakai untuk menuliskan huruf pertama kata bin atau binti.
|
|
|
Misalnya:
Abdul Rahman bin
Zaini
Ibrahim bin
Adham
Siti Fatimah binti
Salim
|
|
b.
|
Huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama singkatan nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan
ukuran.
|
||||||||
|
|
Misalnya:
|
||||||||
|
c.
|
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf
pertama nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran.
|
||||||||
|
|
Misalnya:
mesin diesel
10 volt
5 ampere
|
||||||||
7.
|
a.
|
Huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
|
||||||||
|
|
Misalnya:
bangsa Eskimo
suku Sunda
bahasa Indonesia
|
||||||||
|
b.
|
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf
pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yang digunakan sebagai bentuk dasar
kata turunan.
|
||||||||
|
|
Misalnya:
pengindonesiaan
kata asing
keinggris-inggrisan
kejawa-jawaan
|
||||||||
8.
|
a.
|
Huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama nama tahun, bulan, hari, dan hari raya.
|
||||||||
|
|
Misalnya:
|
||||||||
|
b.
|
Huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama unsur unsur nama peristiwa sejarah.
|
|
|
Misalnya:
Perang Candu
Perang Dunia I
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
|
||||||||||||||
|
c.
|
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf
pertama peristiwa sejarah yang tidak digunakan sebagai nama.
|
||||||||||||||
|
|
Misalnya:
Soekarno dan
Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Perlombaan
senjata membawa risiko pecahnya perang dunia.
|
||||||||||||||
9.
|
a.
|
Huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama unsur unsur nama diri geografi.
|
||||||||||||||
|
|
Misalnya:
|
||||||||||||||
|
b.
|
Huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama unsur unsur nama geografi yang diikuti nama diri geografi.
|
||||||||||||||
|
|
Misalnya:
|
||||||||||||||
|
c.
|
Huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama nama diri atau nama diri geografi jika kata yang mendahuluinya
menggambarkan kekhasan budaya.
|
||||||||||||||
|
|
Misalnya:
|
||||||||||||||
|
d.
|
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf
pertama unsur geografi yang tidak diikuti oleh nama diri geografi.
|
||||||||||||||
|
|
Misalnya:
|
||||||||||||||
|
e.
|
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf
pertama nama diri geografi yang digunakan sebagai penjelas nama jenis.
|
||||||||||||||
|
|
Misalnya:
nangka belanda
kunci inggris
petai cina
pisang ambon
|
||||||||||||||
10.
|
a.
|
Huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama semua unsur nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan,
badan, dan nama dokumen resmi, kecuali kata tugas, seperti dan, oleh, atau,
dan untuk.
|
||||||||||||||
|
|
Misalnya:
|
|
|
Republik Indonesia
Departemen Keuangan
Majelis Permusyawaratan Rakyat
Keputusan Presiden Republik IndonesiaNomor 57 Tahun
1972
Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak
|
||||||||||||||||||||
|
b.
|
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf
pertama kata yang bukan nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan,
badan, dan nama dokumen resmi.
|
||||||||||||||||||||
|
|
Misalnya:
beberapa badan
hukum
kerja sama
antara pemerintah dan rakyat
menjadi sebuah
republik
menurut undang-undang
yang berlaku
|
||||||||||||||||||||
|
|
Catatan:
Jika yang
dimaksudkan ialah nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan,
badan, dan dokumen resmi pemerintah dari negara tertentu, misalnya Indonesia,
huruf awal kata itu ditulis dengan huruf kapital.
|
||||||||||||||||||||
|
|
Misalnya:
Pemberian gaji
bulan ke 13 sudah disetujui Pemerintah.
Tahun ini Departemen
sedang menelaah masalah itu.
Surat itu telah ditandatangani oleh Direktur.
|
||||||||||||||||||||
11.
|
Huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama lembaga
resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dokumen resmi, dan judul karangan.
|
|||||||||||||||||||||
|
Misalnya:
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Rancangan Undang-Undang
Kepegawaian
Yayasan Ilmu-Ilmu
Sosial
Dasar-Dasar Ilmu Pemerintahan
|
|||||||||||||||||||||
12.
|
Huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam judul
buku, majalah, surat
kabar, dan makalah, kecuali kata tugas seperti di, ke, dari,
dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi
awal.
|
|||||||||||||||||||||
|
Misalnya:
Saya telah
membaca buku Dari Ave
Maria ke Jalan Lain ke Roma.
Bacalah
majalah Bahasa dan Sastra.
Dia adalah
agen surat
kabar Sinar Pembangunan.
Ia
menyelesaikan makalah "Asas-Asas Hukum Perdata".
|
|||||||||||||||||||||
13.
|
Huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan yang digunakan dengan
nama diri.
|
|||||||||||||||||||||
|
Misalnya:
|
|
|
|||||
|
Catatan:
Gelar akademik
dan sebutan lulusan perguruan tinggi, termasuk singkatannya, diatur secara
khusus dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 036/U/1993.
|
|||||
14.
|
a.
|
Huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu,
saudara, kakak, adik, dan paman, yang digunakan
dalam penyapaan atau pengacuan.
|
||||
|
|
Misalnya:
Adik bertanya,
"Itu apa, Bu?"
Besok Paman
akan datang.
Surat Saudara
sudah saya terima.
"Kapan Bapak
berangkat?" tanya Harto.
"Silakan
duduk, Dik!" kata orang itu.
|
||||
|
b.
|
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf
pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak digunakan dalam
pengacuan atau penyapaan.
|
||||
|
|
Misalnya:
Kita harus
menghormati bapak dan ibu kita.
Semua kakak
dan adik saya sudah berkeluarga.
Dia tidak
mempunyai saudara yang tinggal di Jakarta.
|
||||
15.
|
Huruf kapital dipakai sebagai huruf
pertama kata Anda yang digunakan dalam penyapaan.
|
|||||
|
Misalnya:
Sudahkah Anda
tahu?
Siapa nama Anda?
Surat Anda
telah kami terima dengan baik.
|
|||||
16.
|
B. Huruf Miring[2]
1.
|
Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk
menuliskan nama buku, majalah, dan surat
kabar yang dikutip dalam tulisan.
|
|
Misalnya:
Saya belum
pernah membaca buku Negarakertagama karangan Prapanca.
Majalah Bahasa
dan Sastra diterbitkan oleh Pusat Bahasa.
Berita itu
muncul dalam surat
kabar Suara Merdeka.
|
|
Catatan:
Judul skripsi,
tesis, atau disertasi yang belum diterbitkan dan dirujuk dalam tulisan tidak
ditulis dengan huruf miring, tetapi diapit dengan tanda petik.
|
2.
|
Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk
menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
|
|
Misalnya:
Huruf pertama
kata abad adalah a.
Dia bukan menipu,
melainkan ditipu.
Bab ini tidak
membicarakan pemakaian huruf kapital.
|
|
Buatlah
kalimat dengan menggunakan ungkapan berlepas tangan.
|
|
3.
|
a.
|
Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk
menuliskan kata atau ungkapan yang bukan bahasa Indonesia.
|
|
|
Misalnya:
Nama ilmiah
buah manggis ialah Carcinia mangostana.
Orang tua
harus bersikap tut wuri handayani terhadap anak.
Politik devide
et impera pernah merajalela di negeri ini.
Weltanschauung dipadankan dengan 'pandangan dunia'.
|
|
b.
|
Ungkapan asing yang telah diserap ke
dalam bahasa Indonesia penulisannya diperlakukan sebagai kata Indonesia.
|
|
|
Misalnya:
Negara itu
telah mengalami empat kali kudeta.
Korps
diplomatik memperoleh perlakuan khusus.
|
|
|
Catatan:
Dalam tulisan
tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring digarisbawahi.
|
BAB II
PENULISAN KATA
A. Kata Dasar[3]
Kata yang berupa
kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya:
Bukuitusangat menarik.
Ibusangat mengharapkan keberhasilanmu.
Kantorpajakpenuhsesak.
Dia bertemu dengan kawannya di kantorpos.
B. Kata Turunan[4]
1.
|
a.
|
Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran)
ditulis serangkai dengan bentuk dasarnya.
|
|
|
Misalnya:
berjalan
dipermainkan
gemetar
kemauan
lukisan
menengok
petani
|
|
b.
|
Imbuhan dirangkaikan dengan tanda hubung
jika ditambahkan pada bentuk singkatan atau kata dasar yang bukan bahasa Indonesia.
|
|
|
Misalnya:
mem-PHK-kan
di-PTUN-kan
di-upgrade
me-recall
|
2.
|
Jika bentuk dasarnya berupa gabungan
kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung
mengikuti atau mendahuluinya. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab
III, Huruf E, Butir 5.)
|
|
|
Misalnya:
bertepuk tangan
garis bawahi
menganak sungai
sebar luaskan
|
|
3.
|
Jika bentuk dasar yang berupa gabungan
kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis
serangkai. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab
III, Huruf E, Butir 5.)
|
|
|
Misalnya:
dilipatgandakan
menggarisbawahi
menyebarluaskan
penghancurleburan
pertanggungjawaban
|
|
4.
|
Jika salah satu unsur gabungan kata hanya
dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu
|
|
ditulis serangkai.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Misalnya:
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Catatan:
|
C. Bentuk Ulang[5]
1.
|
Bentuk ulang ditulis dengan menggunakan
tanda hubung di antara unsur-unsurnya.
|
|
Misalnya:
|
|||||||||||||||||||||||||||||
|
Catatan:
|
|||||||||||||||||||||||||||||
2.
|
Awalan dan akhiran ditulis serangkai
dengan bentuk ulang.
|
|||||||||||||||||||||||||||||
|
Misalnya:
kekanak-kanakan
perundang-undangan
melambai-lambaikan
dibesar-besarkan
memata-matai
|
|||||||||||||||||||||||||||||
|
(Lihat keinggris-inggrisanBab
I, Huruf F, Butir 7.)
|
Catatan:
Angka 2 dapat digunakan dalam penulisan bentuk
ulang untuk keperluan khusus, seperti dalam pembuatan catatan rapat atau
kuliah.
|
Misalnya:
Pemerintah
sedang mempersiapkan rancangan undang2 baru.
Kami
mengundang orang2 yang berminat saja.
Mereka me-lihat2
pameran.
Yang
ditampilkan dalam pameran itu adalah buku2 terbitan Jakarta.
Bajunya ke-merah2-an
|
D. Gabungan Kata[6]
1.
|
Unsur-unsur gabungan kata yang lazim
disebut kata majemuk ditulis terpisah.
|
||||||||||
|
Misalnya:
|
||||||||||
2.
|
Gabungan kata yang dapat menimbulkan
kesalahan pengertian dapat ditulis dengan menambahkan tanda hubung di antara
unsur-unsurnya untuk menegaskan pertalian unsur yang
|
|
bersangkutan.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Misalnya:
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3.
|
Gabungan kata yang dirasakan sudah padu
benar ditulis serangkai.
|
|||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Misalnya:
|
E. Suku Kata[7]
1.
|
Pemenggalan kata pada kata dasar
dilakukan sebagai berikut.
|
|
|
a.
|
Jika di tengah kata ada huruf vokal yang
berurutan, pemenggalannya dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.
|
|
|
Misalnya:
bu-ah
ma-in
ni-at
sa-at
|
|
b.
|
Huruf diftong ai, au, dan oi
tidak dipenggal.
|
|
|
Misalnya:
pan-dai
au-la
sau-da-ra
am-boi
|
|
c.
|
Jika di tengah kata dasar ada huruf
konsonan (termasuk gabungan huruf konsonan) di antara dua buah huruf vokal,
pemenggalannya dilakukan sebelum huruf konsonan itu.
|
|
|
Misalnya:
ba-pak
la-wan
de-ngan
ke-nyang
mu-ta-khir
mu-sya-wa-rah
|
|
d.
|
Jika di tengah kata dasar ada dua huruf
konsonan yang berurutan, pemenggalannya dilakukan di antara kedua huruf
konsonan itu.
|
|
|
Misalnya:
Ap-ril
cap-lok
makh-luk
man-di
sang-gup
som-bong
swas-ta
|
||||||||||||||
|
e.
|
Jika di tengah kata dasar ada tiga huruf
konsonan atau lebih yang masing-masing melambangkan satu bunyi,
pemenggalannya dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf
konsonan yang kedua.
|
||||||||||||||
|
|
Misalnya:
ul-tra
in-fra
ben-trok
in-stru-men
|
||||||||||||||
|
|
Catatan:
|
||||||||||||||
2.
|
Pemenggalan kata dengan awalan, akhiran,
atau partikel dilakukan di antara bentuk dasar dan imbuhan atau partikel itu.
|
|||||||||||||||
|
Misalnya:
ber-jalan
mem-bantu
di-ambil
ter-bawa
per-buat
makan-an
letak-kan
me-rasa-kan
pergi-lah
apa-kah
per-buat-an
ke-kuat-an
|
|||||||||||||||
|
Catatan:
|
|
|
|
||||||||||||||||||||
3.
|
Jika sebuah kata terdiri atas dua unsur
atau lebih dan salah satu unsurnya itu dapat bergabung dengan unsur lain,
pemenggalannya dilakukan di antara unsur-unsur itu. Tiap-tiap unsur gabungan
itu dipenggal seperti pada kata dasar. (Lihat juga keterangan tentang tanda
hubung, Bab
III, Huruf E, Butir 2.)
|
|||||||||||||||||||||
|
Misalnya:
|
|||||||||||||||||||||
4.
|
Nama orang, badan hukum, atau nama diri
lain yang terdiri atas dua unsur atau lebih dipenggal pada akhir baris di
antara unsur-unsurnya (tanpa tanda pisah). Unsur nama yang berupa singkatan
tidak dipisahkan.
|
F. Kata Depan[8]
Kata depan di,
ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya,
kecuali di dalam
gabungan kata
yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata, seperti kepada dan daripada.
(Lihat juga Bab
II, Huruf D, Butir 3.)
Misalnya:
Bermalam sajalah
di sini.
Di mana dia sekarang?
Kain itu
disimpan di dalam lemari.
Kawan-kawan
bekerja di dalam gedung.
Dia
berjalan-jalan di luar gedung.
Dia ikut terjun ke
tengah kancah perjuangan.
Mari kita
berangkat ke kantor.
Saya pergi ke
sana kemari mencarinya.
Ia datang dariSurabaya kemarin.
Saya tidak tahu dari
mana dia berasal.
Cincin itu
terbuat dari emas.
Catatan:
Kata-kata yang
dicetak miring di dalam kalimat seperti di bawah ini ditulis serangkai.
Misalnya:
Kami percaya
sepenuhnya kepadanya.
Dia lebih tua daripada
saya.
Dia masuk, lalu keluar
lagi.
Bawa kemari
gambar itu.
Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu.
G. Partikel[9]
1.
|
Partikel lah, kah, dan tah
ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
|
|
Misalnya:
Bacalah
buku itu baik-baik!
Apakah
yang tersirat dalam surat
itu?
Siapakah
gerangan dia?
Apatah
gunanya bersedih hati?
|
2.
|
Partikel pun ditulis terpisah dari
kata yang mendahuluinya.
|
|
Misalnya:
Apa pun
permasalahannya, dia dapat mengatasinya dengan bijaksana.
Hendak pulang
tengah malam pun sudah ada kendaraan.
Jangankan dua
kali, satu kali pun engkau belum pernah datang ke rumahku.
Jika Ayah
membaca di teras, Adik pun membaca di tempat itu.
|
|
Catatan:
Partikel pun
pada gabungan yang lazim dianggap padu ditulis serangkai dengan kata yang
mendahuluinya.
|
|
Misalnya:
Adapun sebab sebabnya belum diketahui.
Bagaimanapun juga, tugas itu akan diselesaikannya.
Baik laki laki
maupun perempuan ikut berdemonstrasi.
Sekalipun belum selesai, hasil pekerjaannya dapat dijadikan pegangan.
Walaupun sederhana, rumah itu tampak asri.
|
3.
|
Partikel per yang berarti ‘demi’,
‘tiap’, atau ‘mulai’ ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
|
|
Misalnya:
Mereka masuk
ke dalam ruang satu per satu.
Harga kain itu
Rp50.000,00 per helai.
|
|
Pegawai negeri
mendapat kenaikan gaji per 1 Januari.
|
|
Catatan:
Partikel per
dalam bilangan pecahan yang ditulis dengan huruf dituliskan serangkai dengan
kata yang mengikutinya. (Lihat Bab
II, Huruf I, Butir 7.)
|
H. Singkatan dan Akronim
1.
|
Singkatan ialah bentuk singkat yang
terdiri atas satu huruf atau lebih.
|
||||||||||||||||||||||||||||||
|
a.
|
Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan,
jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik di belakang tiap-tiap
singkatan itu.
|
|||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Misalnya:
|
|||||||||||||||||||||||||||||
|
b.
|
Singkatan nama resmi lembaga pemerintah
dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang
terdiri atas gabungan huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak
diikuti dengan tanda titik.
|
|||||||||||||||||||||||||||||
|
|
Misalnya:
|
|||||||||||||||||||||||||||||
|
c.
|
1)
|
Singkatan kata yang berupa gabungan huruf
diikuti dengan tanda titik.
|
||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
Misalnya:
|
||||||||||||||||||||||||||||
|
|
2)
|
Singkatan gabungan kata yang terdiri atas
tiga huruf diakhiri dengan tanda titik.
|
||||||||||||||||||||||||||||
|
|
|
Misalnya:
|
|
|
|
|
||||||||||||||
|
|
|
Catatan:
Singkatan itu
dapat digunakan untuk keperluan khusus, seperti dalam pembuatan catatan rapat
dan kuliah.
|
||||||||||||||
|
d.
|
Singkatan gabungan kata yang terdiri atas
dua huruf (lazim digunakan dalam surat-menyurat) masing-masing diikuti oleh
tanda titik.
|
|||||||||||||||
|
|
Misalnya:
|
|||||||||||||||
|
e.
|
Lambang kimia, singkatan satuan ukuran,
takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda dengan titik.
|
|||||||||||||||
|
|
Misalnya:
|
|||||||||||||||
2.
|
Akronim ialah singkatan dari dua kata
atau lebih yang diperlakukan sebagai sebuah kata.
|
||||||||||||||||
|
a.
|
Akronim nama diri yang berupa gabungan
huruf awal unsur-unsur nama diri ditulis seluruhnya dengan huruf kapital
tanpa tanda titik.
|
|||||||||||||||
|
|
Misalnya:
|
|||||||||||||||
|
b.
|
Akronim nama diri yang berupa singkatan
dari beberapa unsur ditulis dengan huruf awal kapital.
|
|||||||||||||||
|
|
Misalnya:
|
|||||||||||||||
|
c.
|
Akronim bukan nama diri yang berupa
singkatan dari dua kata atau lebih ditulis dengan huruf kecil.
|
|||||||||||||||
|
|
Misalnya:
|
|
|
|
||||||||
|
|
Catatan:
Jika
pembentukan akronim dianggap perlu, hendaknya diperhatikan syarat-syarat
berikut.
|
I. Angka dan Bilangan
Bilangan dapat
dinyatakan dengan angka atau kata. Angka dipakai sebagai lambang bilangan atau
nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Angka Arab
|
:
|
0,1,2,3,4,5,6,7,8,9
|
Angka Romawi
|
:
|
I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X,
L (50), C (100), D (500), M (1.000), V (5.000), M (1.000.000)
|
1.
|
Bilangan dalam teks yang dapat dinyatakan
dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika bilangan itu
dipakai secara berurutan seperti dalam perincian atau paparan.
|
|
Misalnya:
Mereka
menonton drama itu sampai tiga kali.
Koleksi
perpustakaan itu mencapai dua juta buku.
Di antara 72
anggota yang hadir 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5
orang tidak memberikan suara.
Kendaraan yang
dipesan untuk angkutan umum terdiri atas 50 bus, 100 minibus,
dan 250 sedan.
|
2.
|
Bilangan pada awal kalimat ditulis dengan
huruf, jika lebih dari dua kata, susunan kalimat diubah agar bilangan yang
tidak dapat ditulis dengan huruf itu tidak ada pada awal kalimat.
|
|
Misalnya:
Lima puluh siswa kelas 6 lulus ujian.
Panitia
mengundang 250 orang peserta.
|
|
Bukan:
250 orang
peserta diundang Panitia dalam seminar itu.
|
3.
|
Angka yang menunjukkan bilangan utuh
besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca.
|
|
Misalnya:
Perusahaan itu
baru saja mendapat pinjaman 550 miliar rupiah.
Dia mendapatkan
bantuan Rp250 juta rupiah untuk mengembangkan usahanya.
Proyek
pemberdayaan ekonomi rakyat itu memerlukan biaya Rp10 triliun.
|
4.
|
Angka digunakan untuk menyatakan (a)
ukuran panjang, berat, luas, dan isi; (b) satuan waktu; (c) nilai uang; dan (d)
jumlah.
|
|
Misalnya:
|
|||||||||||||||||||
|
Catatan:
|
|||||||||||||||||||
5.
|
Angka digunakan untuk melambangkan nomor
jalan, rumah, apartemen, atau kamar.
|
|||||||||||||||||||
|
Misalnya:
Jalan Tanah
Abang I No. 15
Jalan Wijaya
No. 14
Apartemen No.
5
Hotel
Mahameru, Kamar 169
|
|||||||||||||||||||
6.
|
Angka digunakan untuk menomori bagian
karangan atau ayat kitab suci.
|
|||||||||||||||||||
|
Misalnya:
Bab X, Pasal
5, halaman 252
Surah Yasin: 9
Markus 2: 3
|
|||||||||||||||||||
7.
|
Penulisan bilangan dengan huruf dilakukan
sebagai berikut.
|
|||||||||||||||||||
|
a.
|
Bilangan utuh
|
||||||||||||||||||
|
|
Misalnya:
|
||||||||||||||||||
|
b.
|
Bilangan pecahan
|
||||||||||||||||||
|
|
Misalnya:
|
||||||||||||||||||
|
|
Catatan:
|
|
|
Misalnya:
|
||||||||||
8.
|
Penulisan bilangan tingkat dapat
dilakukan dengan cara berikut.
|
|||||||||||
|
Misalnya:
|
|||||||||||
9.
|
Penulisan bilangan yang mendapat akhiran
an mengikuti cara berikut. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab
III, Huruf E, Butir 5).
|
|||||||||||
|
Misalnya:
|
|||||||||||
10.
|
Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka
dan huruf sekaligus dalam teks (kecuali di dalam dokumen resmi, seperti akta
dan kuitansi).
|
|||||||||||
|
Misalnya:
Di lemari itu
tersimpan 805 buku dan majalah.
Kantor kami
mempunyai dua puluh orang pegawai.
Rumah itu
dijual dengan harga Rp125.000.000,00.
|
|||||||||||
11.
|
Jika bilangan dilambangkan dengan angka
dan huruf, penulisannya harus tepat.
|
|||||||||||
|
Misalnya:
Saya lampirkan
tanda terima uang sebesar Rp900.500,50 (sembilan ratus ribu lima ratus rupiah lima
puluh sen).
Bukti
pembelian barang seharga Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) ke atas
harus dilampirkan pada laporan pertanggungjawaban.
Dia membeli
uang dolar Amerika Serikat sebanyak $5,000.00 (lima ribu dolar).
|
|||||||||||
|
Catatan:
|
J. Kata Ganti ku-, kau-, -ku, -mu, dan -nya[10]
Kata ganti ku-
dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku, -mu,
dan -nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya:
Buku ini boleh kaubaca.
Bukuku,
bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
Rumahnya
sedang diperbaiki.
Catatan:
Kata kata ganti
itu (-ku, -mu, dan -nya) dirangkaikan dengan tanda hubung
apabila digabung dengan bentuk yang berupa singkatan atau kata yang diawali
dengan huruf kapital.
Misalnya:
KTP-mu, SIM-nya,
STNK-ku
K. Kata si dan sang[11]
Kata si
dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya:
Surat itu
dikembalikan kepada si pengirim.
Toko itu
memberikan hadiah kepada si pembeli.
Ibu itu
membelikan sang suami sebuah laptop.
Siti mematuhi
nasihat sang kakak.
Catatan:
Huruf awal si
dan sang ditulis dengan huruf kapital jika kata-kata itu diperlakukan
sebagai unsur nama diri.
Misalnya:
Harimau itu
marah sekali kepada Sang Kancil.
Dalam cerita itu
Si Buta dari Goa Hantu berkelahi dengan musuhny
BAB III
PEMAKAIAN TANDA BACA
A. Tanda Titik (.)[12]
1.
|
Tanda titik dipakai pada akhir kalimat
yang bukan pertanyaan atau seruan.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Misalnya:
Ayahku tinggal
di Solo.
Biarlah mereka
duduk di sana.
Dia menanyakan
siapa yang akan datang.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Catatan:
Tanda titik
tidak digunakan pada akhir kalimat yang unsur akhirnya sudah bertanda titik.
(Lihat juga Bab III, Huruf I.)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Misalnya:
Buku itu
disusun oleh Drs. Sudjatmiko, M.A.
Dia memerlukan
meja, kursi, dsb.
Dia
mengatakan, "kaki saya sakit."
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
2.
|
Tanda titik dipakai di belakang angka
atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Misalnya:
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Catatan:
Tanda titik
tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar
jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau
huruf.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
3.
|
Tanda titik dipakai untuk memisahkan
angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Misalnya:
pukul 1.35.20
(pukul 1 lewat 35 menit 20 detik atau pukul 1, 35 menit, 20 detik)
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Catatan:
Penulisan waktu
dengan angka dapat mengikuti salah satu cara berikut.
|
|
|
||||||||||||
4.
|
Tanda titik dipakai untuk memisahkan
angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu.
|
||||||||||||
|
Misalnya:
1.35.20 jam (1
jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30 jam
(20 menit, 30 detik)
0.0.30 jam (30
detik)
|
||||||||||||
5.
|
Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka
di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya
atau tanda seru, dan tempat terbit.
|
||||||||||||
|
Misalnya:
Alwi, Hasan,
Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, dan Anton Siregar, Merari. 1920. Azab
dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka.
|
||||||||||||
|
Catatan:
Urutan
informasi mengenai daftar pustaka tergantung pada lembaga yang bersangkutan.
|
||||||||||||
6.
|
Tanda titik dipakai untuk memisahkan
bilangan ribuan atau kelipatannya yang menunjukkan jumlah.
|
||||||||||||
|
Misalnya:
Desa itu
berpenduduk 24.200 orang.
Siswa yang
lulus masuk perguruan tinggi negeri 12.000 orang.
Penduduk
Jakarta lebih dari 11.000.000 orang.
|
||||||||||||
|
Catatan:
|
|
|
||||||||
7.
|
Tanda titik dipakai pada penulisan singkatan
(Lihat Bab II, Huruf H.)
|
B. Tanda Koma (,)[13]
1.
|
Tanda koma dipakai di antara unsur unsur
dalam suatu perincian atau pembilangan.
|
|
Misalnya:
Saya membeli
kertas, pena, dan tinta.
Surat biasa, surat
kilat, ataupun surat
kilat khusus memerlukan prangko.
Satu, dua, ...
tiga!
|
2.
|
Tanda koma dipakai untuk memisahkan
kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului dengan
kata seperti tetapi, melainkan, sedangkan, dan kecuali.
|
|
Misalnya:
Saya akan
membeli buku-buku puisi, tetapi kau yang memilihnya.
Ini bukan buku
saya, melainkan buku ayah saya.
Dia senang
membaca cerita pendek, sedangkan adiknya suka membaca puisi
Semua
mahasiswa harus hadir, kecuali yang tinggal di luar kota.
|
3.
|
Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak
kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
|
|
Misalnya:
Kalau ada
undangan, saya akan datang.
Karena tidak
congkak, dia mempunyai banyak teman.
Agar memiliki
wawasan yang luas, kita harus banyak membaca buku.
|
|
Catatan:
Tanda koma tidak
dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat
itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
Saya akan
datang kalau ada undangan.
Dia mempunyai
banyak teman karena tidak congkak.
Kita harus
membaca banyak buku agar memiliki wawasan yang luas.
|
4.
|
Tanda koma dipakai di belakang kata atau
ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat, seperti oleh
karena itu, jadi, dengan demikian, sehubungan dengan itu,
dan meskipun begitu.
|
|
Misalnya:
|
|
Anak itu rajin
dan pandai. Oleh karena itu, dia memperoleh beasiswa belajar di luar
negeri.
Anak itu
memang rajin membaca sejak kecil. Jadi, wajar kalau dia menjadi
bintang pelajar
Meskipun
begitu, dia tidak pernah berlaku sombong kepada
siapapun.
|
|
Catatan:
Ungkapan
penghubung antarkalimat, seperti oleh karena itu, jadi, dengan
demikian, sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu, tidak
dipakai pada awal paragraf.
|
5.
|
Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata
seru, seperti o, ya, wah, aduh, dan kasihan,
atau kata-kata yang digunakan sebagai sapaan, seperti Bu, Dik,
atau Mas dari kata lain yang terdapat di dalam kalimat.
|
|
Misalnya:
O, begitu?
Wah, bukan main!
Hati hati, ya,
jalannya licin.
Mas, kapan pulang?
Mengapa kamu
diam, Dik?
Kue ini enak, Bu.
|
6.
|
Tanda koma dipakai untuk memisahkan
petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. (Lihat juga pemakaian tanda
petik, Bab III, Huruf J dan K.)
|
|
Misalnya:
Kata Ibu,
"Saya gembira sekali."
"Saya
gembira sekali," kata Ibu, "karena lulus ujian."
|
7.
|
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan
petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika
petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
|
|
Misalnya:
"Di mana
Saudara tinggal?" tanya Pak Guru.
"Masuk ke
kelas sekarang!" perintahnya.
|
8.
|
Tanda koma dipakai di antara (a) nama dan
alamat, (b) bagian bagian alamat, (c) tempat dan tanggal, serta (d) nama
tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
|
|
Misalnya:
Sdr. Abdullah,
Jalan Pisang Batu 1, Bogor
Dekan Fakultas
Kedokteran, Universitas Indonesia,
Jalan Salemba Raya 6, Jakarta
Surabaya, 10 Mei 1960
Tokyo, Jepang.
|
9.
|
Tanda koma dipakai untuk memisahkan
bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
|
|
Misalnya:
Gunawan,
Ilham. 1984. Kamus Politik Internasional. Jakarta: Restu Agung.
Halim, Amran
(Ed.) 1976. Politik Bahasa Nasional. Jilid 1. Jakarta: Pusat Bahasa.
Junus, H.
Mahmud. 1973. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penerjemah/Penafsir Alquran
Sugono, Dendy.
2009. Mahir Berbahasa Indonesia
dengan Benar. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
|
10.
|
Tanda koma dipakai di antara bagian
bagian dalam catatan kaki atau catatan akhir.
|
|
Misalnya:
Alisjahbana,
S. Takdir, Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 2 (Jakarta:
Pustaka Rakyat, 1950), hlm. 25.
Hilman,
Hadikusuma, Ensiklopedi Hukum Adat dan Adat Budaya Indonesia
(Bandung: Alumni, 1977), hlm. 12.
Poerwadarminta,
W.J.S. Bahasa Indonesia
untuk Karang-mengarang (Jogjakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4.
|
11.
|
Tanda koma dipakai di antara nama orang
dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama
diri, keluarga, atau marga.
|
|
Misalnya:
B. Ratulangi,
S.E.
Ny. Khadijah,
M.A.
Bambang
Irawan, S.H.
Siti Aminah,
S.E., M.M.
|
|
Catatan:
Bandingkan Siti
Khadijah, M.A. dengan Siti Khadijah M.A. (Siti Khadijah Mas
Agung).
|
12.
|
Tanda koma dipakai di muka angka desimal
atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
|
|
Misalnya:
12,5 m
27,3 kg
Rp500,50
Rp750,00
|
|
Catatan:
Bandingkan
dengan penggunaan tanda titik yang dimulai dengan angka desimal atau di
antara dolar dan sen.
|
13.
|
Tanda koma dipakai untuk mengapit
keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. (Lihat juga pemakaian
tanda pisah, Bab III, Huruf F.)
|
|
Misalnya:
Guru saya, Pak
Ahmad, pandai sekali.
Di daerah
kami, misalnya, masih banyak orang laki-laki yang makan sirih.
Semua siswa, baik
laki-laki maupun perempuan, mengikuti latihan paduan suara.
|
|
Catatan:
Bandingkan
dengan keterangan pewatas yang pemakaiannya tidak diapit dengan tanda koma.
Misalnya:
Semua siswa yang
lulus ujian akan mendapat ijazah.
|
14.
|
Tanda koma dapat dipakai–untuk
menghindari salah baca/salah pengertian–di belakang keterangan yang terdapat
pada awal kalimat.
|
|
Misalnya:
Dalam
pengembangan bahasa, kita dapat memanfaatkan bahasa-bahasa di kawasan
nusantara ini.
Atas perhatian
Saudara, kami ucapan terima kasih.
|
|
Bandingkan dengan:
Kita dapat
memanfaatkan bahasa-bahasa di kawasan nusantara ini dalam
|
|
pengembangan kosakata.
Kami ucapkan
terima kasih atas perhatian Saudara.
|
C. Tanda Titik Koma (;)[14]
1.
|
Tanda titik koma dipakai sebagai
pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam
kalimat majemuk setara.
|
||||||||
|
Misalnya:
Hari sudah
malam; anak anak masih membaca buku buku yang baru dibeli ayahnya.
Ayah mengurus
tanaman di kebun; Ibu menulis makalah di ruang kerjanya; Adik membaca di
teras depan; saya sendiri asyik memetik gitar menyanyikan puisi-puisi penyair
kesayanganku.
|
||||||||
2.
|
Tanda titik koma digunakan untuk
mengakhiri pernyataan perincian dalam kalimat yang berupa frasa atau kelompok
kata. Dalam hubungan itu, sebelum perincian terakhir tidak perlu digunakan
kata dan.
|
||||||||
|
Misalnya:
Syarat syarat
penerimaan pegawai negeri sipil di lembaga ini:
|
||||||||
3.
|
Tanda titik koma digunakan untuk
memisahkan dua kalimat setara atau lebih apabila unsur-unsur setiap bagian
itu dipisah oleh tanda baca dan kata hubung.
|
||||||||
|
Misalnya:
Ibu membeli
buku, pensil, dan tinta; baju, celana, dan kaos; pisang, apel, dan jeruk.
Agenda rapat
ini meliputi pemilihan ketua, sekretaris, dan bendahara; penyusunan anggaran
dasar, anggaran rumah tangga, dan program kerja; pendataan anggota,
dokumentasi, dan aset organisasi.
|
D. Tanda Titik Dua (:)[15]
1.
|
Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu
pernyataan lengkap yang diikuti rangkaian atau pemerian.
|
||||||||||||||||||||||||||||
|
Misalnya:
Kita sekarang
memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
Hanya ada dua
pilihan bagi para pejuang kemerdekaan: hidup atau mati.
|
||||||||||||||||||||||||||||
|
Catatan:
Tanda titik
dua tidak dipakai jika rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap
yang mengakhiri pernyataan.
Misalnya:
Kita
memerlukan kursi, meja, dan lemari.
Fakultas itu
mempunyai Jurusan Ekonomi Umum dan Jurusan Ekonomi Perusahaan.
|
||||||||||||||||||||||||||||
2.
|
Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau
ungkapan yang memerlukan pemerian.
|
||||||||||||||||||||||||||||
|
Misalnya:
|
3.
|
Tanda titik dua dapat dipakai dalam
naskah drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
|
|||||||||
|
Misalnya:
|
|||||||||
4.
|
Tanda titik dua dipakai di antara (a)
jilid atau nomor dan halaman, (b) bab dan ayat dalam kitab suci, (c) judul
dan anak judul suatu karangan, serta (d) nama kota dan penerbit buku acuan
dalam karangan.
|
|||||||||
|
Misalnya:
Horison, XLIII, No. 8/2008: 8
Surah Yasin: 9
Dari Pemburu
ke Terapeutik: Antologi Cerpen Nusantara
Pedoman
Umum Pembentukan Istilah Edisi Ketiga. Jakarta: Pusat Bahasa
|
E. Tanda Hubung (-)
1.
|
Tanda hubung menyambung suku-suku kata
yang terpisah oleh pergantian baris.
|
|
Misalnya:
Di samping
cara lama diterapkan juga ca-
ra baru ....
Sebagaimana
kata peribahasa, tak ada ga-
ding yang takretak.
|
2.
|
Tanda hubung menyambung awalan dengan
bagian kata yang mengikutinya atau akhiran dengan bagian kata yang
mendahuluinya pada pergantian baris.
|
|
Misalnya:
Kini ada cara
yang baru untuk meng-
ukur panas.
Kukuran baru
ini memudahkan kita me-
ngukur kelapa.
Senjata ini
merupakan sarana pertahan-
an yang canggih.
|
3.
|
Tanda hubung digunakan untuk menyambung
unsur-unsur kata ulang.
|
|
Misalnya:
anak-anak
berulang-ulang
kemerah-merahan
|
4.
|
Tanda hubung digunakan untuk menyambung
bagian-bagian tanggal dan huruf dalam kata yang dieja satu-satu.
|
|
Misalnya:
8-4-2008
p-a-n-i-t-i-a
|
5.
|
Tanda hubung boleh dipakai untuk
memperjelas (a) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan dan (b)
penghilangan bagian frasa atau kelompok kata.
|
|
Misalnya:
|
|
ber-evolusi
dua-puluh
ribuan (20 x 1.000)
tanggung-jawab-dan-kesetiakawanan
sosial (tanggung jawab sosial dan kesetiakawanan sosial)
Karyawan boleh
mengajak anak-istri ke acara pertemuan besok.
|
||||||||||||
|
Bandingkan dengan:
be-revolusi
dua-puluh-ribuan
(1 x 20.000)
tanggung jawab
dan kesetiakawanan sosial
|
||||||||||||
6.
|
Tanda hubung dipakai untuk merangkai:
|
||||||||||||
|
Misalnya:
se-Indonesia
peringkat ke-2
tahun 1950-an
hari-H
sinar-X
mem-PHK-kan
ciptaan-Nya
atas rahmat-Mu
Bandara
Sukarno-Hatta
alat
pandang-dengar
|
||||||||||||
7.
|
Tanda hubung dipakai untuk merangkai
unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.
|
||||||||||||
|
Misalnya:
di-smash
di-mark-up
pen-tackle-an
|
F. Tanda Pisah (–)[16]
1.
|
Tanda pisah dipakai untuk membatasi
penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun utama
kalimat.
|
|
Misalnya:
Kemerdekaan
itu—hak segala bangsa—harus dipertahankan.
Keberhasilan itu–saya
yakin–dapat dicapai kalau kita mau berusaha keras.
|
2.
|
Tanda pisah dipakai untuk menegaskan
adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi
lebih jelas.
|
|
Misalnya:
Rangkaian
temuan ini–evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom–telah
mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
Gerakan
Pengutamaan Bahasa Indonesia–amanat Sumpah Pemuda–harus terus ditingkatkan.
|
3.
|
Tanda pisah dipakai di antara dua
bilangan, tanggal, atau tempat dengan arti 'sampai dengan' atau 'sampai ke'.
|
|
Misalnya:
Tahun
1928–2008
Tanggal 5–10
April 2008
Jakarta–Bandung
|
||||||
|
Catatan:
|
G. Tanda Tanya (?)[17]
1.
|
Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat
tanya.
|
|
Misalnya:
Kapan dia
berangkat?
Saudara tahu,
bukan?
|
2.
|
Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung
untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat
dibuktikan kebenarannya.
|
|
Misalnya:
Dia dilahirkan
pada tahun 1963 (?).
Uangnya
sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.
|
H. Tanda Seru (!)[18]
Tanda seru
dipakai untuk mengakhiri ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau
perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun emosi yang
kuat.
Misalnya:
Alangkah
indahnya taman laut ini!
Bersihkan kamar
itu sekarang juga!
Sampai hati
benar dia meninggalkan istrinya!
Merdeka!
I. Tanda Elipsis (...)[19]
1.
|
Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang
terputus-putus.
|
||||
|
Misalnya:
Kalau begitu
..., marilah kita laksanakan.
Jika Saudara
setuju dengan harga itu ..., pembayarannya akan segera kami lakukan.
|
||||
2.
|
Tanda elipsis dipakai untuk menunjukkan
bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
|
||||
|
Misalnya:
Sebab-sebab
kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
Pengetahuan dan
pengalaman kita ... masih sangat terbatas.
|
||||
|
Catatan:
|
|
|
J. Tanda Petik (" ")
1.
|
Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan
langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain.
|
|||||||||||||||||||||||||||||
|
Misalnya:
Pasal 36 UUD
1945 menyatakan, "Bahasa negara ialah bahasa Indonesia. "
Ibu berkata,
"Paman berangkat besok pagi. "
"Saya
belum siap," kata dia, "tunggu sebentar!"
|
|||||||||||||||||||||||||||||
2.
|
Tanda petik dipakai untuk mengapit judul
puisi, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
|
|||||||||||||||||||||||||||||
|
Misalnya:
Sajak
"Pahlawanku" terdapat pada halaman 5 buku itu.
Saya sedang
membaca "Peningkatan Mutu Daya Ungkap Bahasa Indonesia" dalam buku Bahasa
Indonesia Menuju Masyarakat Madani.
Bacalah
"Penggunaan Tanda Baca" dalam buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan.
"Makalah "Pembentukan Insan Cerdas
Kompetitif" menarik perhatian peserta seminar. |
|||||||||||||||||||||||||||||
3.
|
Tanda petik dipakai untuk mengapit
istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
|
|||||||||||||||||||||||||||||
|
Misalnya:
Pekerjaan itu
dilaksanakan dengan cara "coba dan ralat" saja.
Dia bercelana
panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama "cutbrai".
|
|||||||||||||||||||||||||||||
|
Catatan:
|
K. Tanda Petik Tunggal (' ')[20]
1.
|
Tanda petik tunggal dipakai untuk
mengapit petikan yang terdapat di dalam petikan lain.
|
||||||||
|
Misalnya:
Tanya dia, "Kaudengar
bunyi 'kring kring' tadi?"
"Waktu
kubuka pintu depan, kudengar teriak anakku, 'Ibu, Bapak pulang', dan rasa
letihku lenyap seketika," ujar Pak Hamdan.
|
||||||||
2.
|
Tanda petik tunggal dipakai untuk
mengapit makna kata atau ungkapan.
|
||||||||
|
Misalnya:
|
||||||||
3.
|
Tanda petik tunggal dipakai untuk
mengapit makna, kata atau ungkapan bahasa daerah atau bahasa asing (Lihat
pemakaian tanda kurung, Bab III, Huruf M)
|
||||||||
|
Misalnya:
|
L. Tanda Kurung (( ))[21]
1.
|
Tanda kurung dipakai untuk mengapit
tambahan keterangan atau penjelasan.
|
|
Misalnya:
Anak itu tidak
memiliki KTP (kartu tanda penduduk).
Dia tidak
membawa SIM (surat
izin mengemudi).
|
|
Catatan:
Dalam
penulisan didahulukan bentuk lengkap setelah itu bentuk singkatnya.
|
|
Misalnya:
Saya sedang
mengurus perpanjangan kartu tanda penduduk (KTP). KTP itu merupakan tanda pengenal
dalam berbagai keperluan.
|
2.
|
Tanda kurung dipakai untuk mengapit
keterangan atau penjelasan yang bukan bagian utama kalimat.
|
|
Misalnya:
Sajak
Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.
Keterangan itu
(lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru pasar dalam negeri.
|
3.
|
Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf
atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
|
|
Misalnya:
Kata cocaine
diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a).
Pejalan kaki
itu berasal dari (Kota) Surabaya.
|
4.
|
Tanda kurung dipakai untuk mengapit angka
atau huruf yang memerinci urutan keterangan.
|
|
Misalnya:
Faktor
produksi menyangkut masalah (a) bahan baku,
(b) biaya produksi, dan (c) tenaga kerja.
|
|
Dia harus
melengkapi berkas lamarannya dengan melampirkan (1) akta kelahiran, (2)
ijazah terakhir, dan (3) surat
keterangan kesehatan.
|
||||||||||||
|
Catatan:
Tanda kurung
tunggal dapat dipakai untuk mengiringi angka atau huruf yang menyatakan
perincian yang disusun ke bawah.
|
||||||||||||
|
Misalnya:
Kemarin kakak
saya membeli
Dia senang
dengan mata pelajaran
|
M. Tanda Kurung Siku ([ ])
1.
|
Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit
huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat
atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa
kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli.
|
|
Misalnya:
Sang Sapurba
men[d]engar bunyi gemerisik.
Ia memberikan
uang [kepada] anaknya.
Ulang tahun
[hari kemerdekaan] Republik Indonesia
jatuh pada hari Selasa.
|
2.
|
Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit
keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
|
|
Misalnya:
Persamaan
kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman
35–38]) perlu dibentangkan di sini.
|
N. Tanda Garis Miring (/)[22]
1.
|
Tanda garis miring dipakai di dalam nomor
surat, nomor
pada alamat, dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim
atau tahun ajaran.
|
|
Misalnya:
No. 7/PK/2008
Jalan Kramat
III/10
tahun ajaran
2008/2009
|
|
|
|
Daftar
Pustaka
1.Id.wikisource.org/wiki/pedoman_umum ejaan
bahasa Indonesia yan disempurnakan
2.Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.2009.Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia Yang Disempurnakan.Jakarta:Balai pustaka
3.http://rahmayanitasari.blogspot.com/2012/05/ejaan
bahasa Indonesia yan disempurnakan
[4] Id.wikisource.org/wiki/pedoman_umum ejaan bahasa Indonesia yan
disempurnakan
[5] Id.wikisource.org/wiki/pedoman_umum ejaan bahasa Indonesia yan
disempurnakan
[8]http://rahmayanitasari.blogspot.com/2012/05/ejaan bahasa Indonesia
yan disempurnakan
[10]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.2009.Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan.Jakarta:Balai
pustaka
[11] Id.wikisource.org/wiki/pedoman_umum ejaan bahasa Indonesia yan
disempurnakan
[12]http://rahmayanitasari.blogspot.com/2012/05/ejaan bahasa Indonesia
yan disempurnakan
[13]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.2009.Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan.Jakarta:Balai
pustaka
[14]http://rahmayanitasari.blogspot.com/2012/05/ejaan bahasa Indonesia
yan disempurnakan
[15] Id.wikisource.org/wiki/pedoman_umum ejaan bahasa Indonesia yan
disempurnakan
[16] Id.wikisource.org/wiki/pedoman_umum ejaan bahasa Indonesia yan
disempurnakan
[17] Id.wikisource.org/wiki/pedoman_umum ejaan bahasa Indonesia yan
disempurnakan
[18]http://rahmayanitasari.blogspot.com/2012/05/ejaan bahasa Indonesia
yan disempurnakan
[20]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.2009.Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia z
[21] Id.wikisource.org/wiki/pedoman_umum ejaan bahasa Indonesia yan
disempurnakan
[22]http://rahmayanitasari.blogspot.com/2012/05/ejaan bahasa Indonesia
yan disempurnakan
0 comments:
Post a Comment