Tag :
Makalah Gugatan, Gugatan dan Permohonan, permohonan, Gugatan, Artikel Gugatan, Artikel Permohonan, Artikel Gugatan dan Permohonan, materi Gugatan dan Permohonan, Pengertian Gugatan dan Permohonan, Materi Kuliah Gugatan dan Permohonan
A.
Pengertian Gugatan Dan Permohonan.
Perkara yang
diperiksa pengadilan dilingkungan pengadilan agama ada dua macam, yaitu
Permohonan (voluntair) dan Gugatan ( contentieus). Permohonan adalah mengenai
suatau perkara yang tidak ada pihak pihak lain yang bersengketa.
Gugatan adalah suatu perkara yang terdapat sengketa antara dua belah pihak.
Jadi
perbedaan dari gugatan dan permohonan adalah bahwa permohona itu tuntutan hak
perdata yang didalam kepentingannya itu bukan suatu perkara sedangkan gugatan
adalah surat yang diajukan oleh penggugat terhadap tergugat yang menuntut
tuntutan hak yang yang didalamnya berisi suatu perkara. Alam gugatan inilah
yang disebut dengan pengadilan yang sesungguhnya dan produk hokum yang
dihasilkan adalah putusan hukum.
Perbedaan
Perkara Voluntair dan Contentieus Sebelum saya membahas apa itu perkara
voluntair dan contentious saya akan menjelaskan apa itu yang disebut voluntair
dan contentious.
Voluntair
juga disebut juga dengan permohonan, yaitu permasalahan perdata yang diajukan
dalam bentuk permohonan yang ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya yang
ditunjukan kepada ketua pengadilan. Permohonan ini merupakan kepentingan
sepihak dari pemohon yang tidak mengandung sengketa dengan pihak lain. Ciri
dari voluntair ini diantaranya:
1. Masalah yang
diajukan berisi kepentingan sepihak
2. Permasalah
yang diselesaikan di pengadilan biasanya tidak mengandung sengketa.
3. Tidak ada
pihak lain atau pihak ketiga yang dijadikan lawan
Sedangkan
contentious adalah perdata yang mengandung sengketa diantara pihak yang
berpekara yang pemeriksaan penyelesaiannya diajukan dan diajukan kepada
pengadilan, dimana pihak yang mengajukan gugatan disebut dan bertindak sebagia
tergugat. Ciri – ciri dari contentieus ini diantaranya:
1.
Ada pihak yang bertindak sebagai
penggugat dan tergugat.
2.
Pokok permasalahan hokum yang
diajukan mengandung sengketa diantara para pihak.
Perbedaan
Antara Voluntair dan Contentieus :
1. Contentieus
a.
Para pihak terdiri dari penggugat
dan tergugat.
b.
Aktifitas hakim yang memeriksa hanya
terbatas pada apa yang diperkerakan untuk diputuskan.
c.
Hakim hanya memperhatikan dan
menerapkan apa yang telah di tentukan undang-undang dan tidak berada dalam
tekanan atau pengaruh siapapun.
d.
Kekuatan mengikat, keputusan hakim
hanya mempunyai kekuaan men gikat kepada para pihak yang bersengketa dan
keterangan saksi yang diperiksa atau didengarkan keterangannya.
2. Voluntair
a.
Pihak yang mengajukan hanya terdiri
dari satu pihak saja.
b.
Aktifitas hakim lebih dari apa yang
dimihinkan oleh pihak yang bermohon karena hanya bersifat administrative.
c.
Hakim mempunyai kebebasan atau
kebijaksanaan untuk mengatur sesuatu hal.
d.
Keputusan hakim mengikat terhadap
semua orang.
B.
Tatacara Mengajukan Permohonan dan Gugatan.
1.
Tahap Persiapan
Sebelum
mengajukan permohonan atau gugatan ke pengadilan perlu diperhatika hal-hal
sebagai berikut:
a.
Pihak yang berpekara : Setiap orang
yang mempunyai kepentingan dapat menjadi pihak dalam berpekara di pengadilan.
b.
Kuasa : Pihak yang berpekara di
pengadilan dapat menghadapi dan menghadiri pemeriksaan persidangan sendiri atau
mewakilkan kepada orang lain untuk menghadiri persidangan di pengadilan.
c.
Kewenangan Pengadilan : Kewenangan
relative dan kewenangan absolut harus diperhatikan sebelum me,buat permomohan
atau gugatan yang di ajukan ke pengadilan.
2.
Tahap pembuatan permohonan atau
Gugatan
Permohonan
atau gugatan pada prinsipnya secara tertulis (pasal 18 HIR) namun para pihak
tidak bisa baca tulis (buta huruf) permohonan atau gugatan dapat dilimpahkan
kepada hakim untuk disusun permohonan gugatan keudian dibacakan dan diterangkan
maksud dan isinya kepada pihak kemudian ditandatangani oleh ketua pengadilan
agama hakim yang ditunjuk berdasarkan pasal 120 HIR. Membuat permohonan pada
dasarnya berisi :
· Identitas
pemohon
· Urain
kejadian
· Permohonan
Isi gugatan
secara garis besar memuat hal-hal sebagai berikut :
Mengenai isi gugatan atau permohonan UU. NO 7 Tahun 1989 maupun dalam HIR atau
Rbg idak mengatur, karena itu diambil dari ketentuan pasal 8 NO. 3 RV yang
mengatakan bahwa isi gugatan pada pokoknya memuat tiga hal yaitu:
a. Identitas
para pihak : Identitas para phak meliputi nama, umur, pekerjaan, agama,
kewarganegaraan.
b. Posita :
Berisi uraian kejadian atau fakta-fakta yang menjadi dasar adanya sengketa yang
terjadi dan hubungan hokum yang menjadi dasar gugatan.
c. Petitium
atau tuntutan berisi rincian apa saja yag diminta dan diharapkan penggugat
untuk dinyatakan dalam putusan atau penetapan para kepada para pih.ak terutama
pihak tergughat dalam putusan perkara.
3.
Tahap pendaftaran pemohon atau
gugatan
Setelah
permohonan atau gugatan dibuat kemudian didaftarkan di kepaniteraan pengadilan
agam yang berwenang memeriksa dengan membayar biaya panjar perkara. Dengan
membayar biaya panjar perkara maka penggugat atau pemohon mendapatkan nomor
perkara dan tinggal menunggu panggilan siding.
Perkara yang
telah terdaftar di pengadilan agama oleh panitera diampaikan kepada ketua
pengadilan agama untuk dapat menunjuk majelis hakim yang memeriksa, memutus,
dan mengadili perkara dengan suatu penetapan ya g disebut penetapan majelis
hokum (PMH) yang terdiri satu orang hakim sebagai ketua majelis dan dua orang
hakim sebagai hakim anggota serta panitera siding. Apabila belum ditetapkan
panitera yang ditunjuk, majelis hakim dapat menunjuk panitera siding sendiri.
4.
Tahap Pemeriksaan Permohonan atau
Gugatan
Pada hari
sidang telah ditentukan apabila satu pihak atai kedua belah pihak tidak hadir
maka persidangan ditunda dan menetapkan hari sidang berikutnya kepada yang
hadir diperintahkan menghadiri sidang berikutnya tanpa dipanggil dan yang tidak
hadir dilakukan pemanggilan sekali lagi. Dalam praktek pemanggilan pihak yang
tidak hadir dilakukan maksimal tiga kali apabila :
a.
Penggugat tidak hadir maka gugatan
gugur. Tergugat tidak hadir maka pemeriksaan dilanjutkan dengan putusan verstek
atau putusan tanpa hadirnya pihak tergugat.
b.
Apabial terdapat beberapa tergugat
yang hadir ada yang tidak hadir, pemeriksaan tetap dilakukan dan kepada yang
tidak hadir dianggap tidak menggunakan haknya untuk membela diri.
c.
Penggugta dan tergugat hadir, maka
Pemeriksaan dilanjutkan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Dalam
pemeriksaan perkara pengadilan akan disampaikan dalam ilustrasi berikut ini :
a.
Apabila penggugat dan tergugat hadir
maka mula-mula majelis hakim memasuki ruang persidangan diikuti panitera sidang.
Majelis memanggil para pihak untuk masuk ke persidangan dan ketua membuka
persidangan dengan menyatakan “sidang dibuka dan terbuka untuk umum (apabila
sidang terbuka untuk umum) dan jika sidang dibuka dan tertutup untuk umum
(apabila sidang terbuka itu tertutup untuk umum).
b.
Hakim menanyakan identitas para
pihak baik pihak penggugat atau tergugat.
c.
Hakim mengupayakan perdamaian pada
para pihak dan memberikan kesempatan kepada para pihak untuk berdamai dan
menetapkan hari sidang berikutnya tanpa dipanggil.
d.
Apabila kedua belah pihak berdamai,
maka dibuat akta perdamaian yang kekuatan hukumnya samutusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap sehingga dapat dilaksanakan esekusi.
e.
Apabila tidak tercapai perdamaian
maka dinyatakan kepada penggugat ada perubahan gugatan atau tidak, kalau ada
maka persidangan ditunda pada persidangan berikutnya untuk perubahan atau
perbaikan gugatan dengan menetapkan hari sidang dan memerintahkan yang hadir
dalam sidang berikutnya untuk hadir tanpa di panggil.
f.
Apabila tidak ada perubahan atau
sudah ada perubahan gugatan, maka sidang dilanjutkan dengan pembacaan gugatan.
Setelah pembacaan gugatan hakim memberikan kesempatan kepada tergugat untuk
mengajukan pertanyaan, kemudian sidang ditunda untuk memberi kesempatan kepada
tergugat menyususn jawaban dengan menetapkan hari sidang dan memerintahkan yang
hadir untuk hadir dalam sidang berikutnya tanpa pengadilan.
g.
Dalam sidang selanjutnya jawaban
dibacakan dan penggugat diberi kesempatan untuk mengajukan replik, kemudian
sidang ditunda untuk memberi kesempatan kepada penggugat menyusun replik dengan
menetapkan hari sidang dan memerintahkan untuk hadir dalam sidang berikutnya
tanpa dipanggil.
h.
Sidang selanjtnya replik dibacakan
tergugat diberikan kesempatan untuk mengajukan duplik, kemudian tergugat diberi
kesempatan untuk menyususn duplik dengan menetapkan hari sidang berikutnya dan
memerintahkan utuk hadir dalam sidang berikutnya tanpa dipanggil.
i.
Sidang selanjutnya duplik dibacakan
kemudian pihak penggugat diberi kesempatan untuk mengajukan bukti-bukti untuk
memperkuat dalil-dalil gugatannya, kemudian sidang ditunda untuk memberikan
kesempatan kepada penggugat menyampaikan bukti-bukti dengan menetapkan hari
sidang berikutnya dan memerintahkan yang hadir untuk hadir dalam sidang berikutnya
tanpa dipanggil.
j.
Sidang selanjutnya setelah penggugat
mengajukan bukti-bukti tergugat di beri kesempatan untuk mengajukan bukti-bukti
untuk menguatkan dalil-dalail sanggahannya, kemudian sidang ditunda untuk
memebri kesempatan kepada tergugatuntuk pembuktian.
k.
Sidang selanjutnya setelah
pembuktian tergugat selesai kemudian sidang ditunda untiuk memberi kesempatan
kepada penggugat dan tergugat menyususn kesimpulan.
l.
Sidang selanjtnya penggugat dan
tergugat menyampaikan kesimpulan, kemudian sidang ditunda untuk musyawarah
hakim untuk menjatuhkan putusan.
m. Dalam sidang
selanjutnya, putusan dibacakan oleh ketua majelis hakim dan kepada pihak yang
tidak puas dapat mengajukan upaya hukum banding.
C.
Sita Jaminan.
1.
Conservatoir beslaag.
Adalah sita
terhadap barang-barang milik tergugat yang disengketakan status kepemilikannya,
atau dalam sengketa hutang piutang atau tuntutan ganti rugi. Sita jaminan
(Conservatoir Beslaag) ini diatur dalam pasal 227 HIR. Conservatoir beslaag
Adalah penyitaan terhadap harta benda bergerak milik tergugat atas kehendak
penggugat untuk menjamin gugatanya.
Adapun
mengenai proses permohonan sita jaminan adalah dilakukan dengan:
a.
Permohonan sita jaminan dapat
diajukan bersama-sama dengan gugatan, oleh karena itu permohonan sita jaminan
menjadi bagian dari pokok gugatan yang assesoris (diletakkan) pada pokok
gugatan. Karena itu pula permohonan sita jaminan tidak boleh berdiri sendiri
tanpa ada perkara pokok dan perkara pokok bisa ada tanpa sita jaminan.
Permohonan sita jaminan itu biasanya dicantumkan pada bagian akhir “fundamentum
petendi” (tuntutan).
b.
Permohonan sita jaminan dapat
diajukan tersendiri asalkan didahului oleh adanya gugatan pokok sebagai
landasannya.
c.
Permohonan sita jaminan dapat
diajukan selama proses persidangan berlangsung pada semua tingkat pengadilan.
Memahami
pasal 227 (1) HIR. Bahwa sita jaminan (Concervatoir Beslaag) dapat dilakukan
oleh penggugat sebelum dijatuhkan putusan atau sudah ada putusan akan tetapi
putusan tersebut belum dapat dilaksanakan.
Tata cara
concervatoir beslag:
a.
Penggugat dapat mengajukan
permohonan sita bersama-sama (menjadi satu) dengan surat gugatan, mengenai
pokok perkara.
b.
Permohonan sita dapat
diajukan tersendiri, selama proses perkara berlangsung atau sebelum
ada eksekusi.
c.
Permohonan diajukan kepada
Pengadilan yang memeriksa perkara pada tingkat pertama.
d.
Dalam permohonan sita concervatoir
harus ada alasan permohonan sita, yaitu adanya kekhawatiran bahwa tergugat akan
memindahtangankan atau mengasingkan barang-barang sengketa sehingga akan
merugikan penggugat.
e.
Alasan tersebut disertai data-data
atau fakta-fakta yang menjadi dasar kekhawatiran.
f.
Hakim/majelis akan mempertimbangkan
permohonan sita tersebut dengan mengadakan pemeriksaan secara insidentil
mengenai kebenaran fakta-fakta yang menimbulkan kekhawatiran itu sehingga
diajukannya permohonan sita.
g.
Hakim/ketua majelis mengeluarkan
“penetapan”, yang isinya menolak atau mengabulkan permohonan sita tersebut.
h.
Apabila permohonan sita ditolak
kemudian timbul hal-hal baru yang mengkhawatirkan bagi penggugat sebagai alasan
permohonan sita, maka dapat diajukan lagi permohonan sita.
i.
Dalam hal permohonan sita
dikabulkan, maka hakim/ketua majelis memerintahkan kepada panitera untuk
melaksanakan penyitaan tersebut.
j.
Penetapan pengabulan sita atau
perintah penyitaan tersebut dapat: bersama-sama (menjadi satu) dengan penetapan
hari sidang (PHS) dan perintah panggilan para pihak atau terpisah dari PHS,
yaitu : perintah penyitaan lebih dahulu dan PS kemudian / PHS lebih dulu dan
perintah penyitaan kemudian.
k.
Atas perintah hakim tersebut,
panitera melalui jurusita memberitahukan kepada para pihak dan kepala desa
setempat akan dilangsungkannya sita jaminan terhadap barang sengketa / jaminan
pada hari, tanggal, dan jam serta tempat yang telah ditetapkan, serta memerintahkan
agar para pihak dan kepala desa tersebut hadir dalam pelaksanaan sita jaminan
yang telah ditetapkan itu.
l.
Penyitaan dilakukan oleh panitera
dan dibantu oleh dua orang saksi. Apabila panitera tersebut berhalangan maka
dapat ditunjuk pejabat atau pegawai lainnya oleh panitera.
m. Pada hari,
tanggal yang telah ditetapkan tersebut, panitera melaksanakan penyitaan.
n.
Panitera memberitahukan penyitaan
tersebut kepada pihak tersita dan kepala desa / lurah setempat.
o.
Pemeliharaan barang-barang tersita
tetap berada di tangan pihak tersita.
p.
Panitera melaporkan penyitaan
tersebut pada hakim / ketua majelis yang memerintahkan sita tersebut dengan
menyerahkan berita acara sita.
q.
Majelis membacakan berita acara Sita
tersebut pada persidangan berikutnya dan menetapkan sah dan berharga penyitaan
tersebut yang dicatat dalam Berita Acara Persidangan.
r.
Apabila barang-barang yang disita
berupa benda tetap atau benda yang tercatat dalam lembaga/Kantor Pemerintah
maka hal itu diberitahukan kepada lembaga/Kantor yang bersangkutan.
s.
Hendaknya tentang sita itu di catat
dibuku khusus yang di sediakan di Pengadilan Agama yang memuat catatan mengenai
tanah-tanah yang disita, kapan disita dan perkembanganya, Buku ini adalah
terbuka untuk umum.
t.
Apabila gugatan di kabulkan, sita
jaminan akan dinyatakan sah dan berharga oleh Hakim dalam Amar putusanya.
Apabila gugatan ditolak atau dinyatakan tidak dapat diterima, sita harus
diperintahkan untuk diangkat.
u.
Apabila gugat dikabulkan sebagian
dan selebihnya ditolak, maka sita jaminan untuk sebagian dinyatakan sah dan
berharga sedang untuk sebagian yang lain diperintahkan untuk diangkat, kecuali
dalam hal ini yang tidak mungkin dipisahkan dalam penyitaan, seperti tanah dan
rumah, dan sebagainya.
v.
Pengangkatan sita dilakukan atas
permohonan pihak yang bersangkutan.
2.
Sita Revindicatoir Beslaag
Adalah
diatur dalam Pasal 226 HIR, 260 RBg, 714 Rv, jo Pasal 1977 KUHPer. Adapun kata
Revindicatoir adalah berasal dari kata “revindiceer” yang artinya “mendapatkan”
dan pengertian revindicatoir beslaag adalah mengandung pengertian “untuk
mendapatkan hak kembali”. Maksudnya adalah barang yang digugat itu jangan
sampai dihilangkan selama proses berlangsung.
Ketentuan
Pasal 226 HIR dapat dipahami bahwa untuk dapat diletakkan sita revindicatoir
beslag itu adalah harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.
Harus berupa barang bergerak
b.
Barang bergerak tersebut adalah
merupakan barang milik penggugat yang berada ditangan tergugat
c.
Permintaannya harus diajukan kepada
Ketua pengadilan
d.
Permintaan sita dapat diajukan
secara lisan atau tulisan
e.
Barang tersebut harus diterangkan
dengan seksama dan terperinci
3.
Sita Harta Bersama
Sita harta
bersama (maritaal beslaag) ialah sita yang diletakkan atas harta perkawinan.
Sita marital diatur dalam pasal 78 huruf c UU. No. 7/19989 jo. Pasal 24 PP No.
9/1975, pasal 95 Kompilasi Hukum Islam.
Sita ini
dapat dimohonkan oleh suami atau isteri dalam sengketa perceraian, pembagian
harta perkawinan, pengamanan harta perkawinan. Sita dapat diletakkan atas semua
harta perkawinan yang meliputi harta suami, harta isteri dan harta bersama
suami isteri yang disengketakan dalam pembagian harta bersama. Sita harta
bersama ini dapat diajukan bersama-sama dalam pemeriksaan perceraian atau
setelah perceraian terjadi. Selama masa sita tidak dapat dilakukan penjualanatas
harta bersama untuk kepentingan keluarga kecuali dengan izin dari pengadilan
Agama. Adapun tata cara sita ini, sama dengan sita pada umumnya.
D.
Masuknya Pihak Ketiga dalam Perkara.
Ikut sertanya pihak
ketiga dalam proses perkara yaitu voeging, intervensi/tussenkomst, dan
vrijwaring tidak diatur dalam HIR atau RBg, tetapi dalam praktek ketiga lembaga
hukum ini dapat dipergunakan dengan berpedoman pada Rv (Pasal 279 Rv dst dan
Pasal 70 Rv), sesuai dengan prinsip bahwa hakim wajib mengisi kekosongan, baik
dalam hukum materiil maupun hukum formil. Masuknya pihak ketiga dalam suatu
perkara yang sedang berjalan disebut intervensi.
Voeging adalah ikut
sertanya pihak ketiga untuk bergabung kepada penggugat atau tergugat. Dalam hal
ada permohonan voeging, hakim memberi kesempatan kepada para pihak untuk
menanggapi, selanjutnya dijatuhkan putusan sela, dan apabila dikabulkan maka
dalam putusan harus disebutkan kedudukan pihak ketiga tersebut.
Intervensi
(tussenkomst) adalah ikut sertanya pihak ketiga untuk ikut dalam proses perkara
itu atas alasan ada kepentingannya yang terganggu. Intervensi diajukan oleh
karena pihak ketiga merasa bahwa barang miliknya disengketakan/diperebutkan
oleh penggugat dan tergugat. Permohonan intervensi dikabulkan atau ditolak
dengan putusan sela. Apabila permohonan intervensi dikabulkan, maka ada dua
perkara yang diperiksa bersama-sama yaitu gugatan asal dan gugatan intervensi
Vrijwaring adalah
penarikan pihak ketiga untuk bertanggung jawab (untuk membebaskan tergugat dari
tanggung jawab kepada penggugat). Vrijwaring diajukan dengan sesuatu permohonan
dalam proses pemeriksaan perkara oleh tergugat secara lisan atau tertulis.
Misalnya: tergugat digugat oleh penggugat, karena barang yang dibeli oleh
penggugat mengandung cacat tersembunyi, padahal tergugat membeli barang
tersebut dari pihak ketiga, maka tergugat menarik pihak ketiga ini, agar pihak
ketiga tersebut bertanggung jawab atas cacat itu
Setelah ada
permohonan vrijwaring, hakim memberi kesempatan para pihak untuk menanggapi
permohonan tersebut, selanjutnya dijatuhkan putusan yang menolak atau
mengabulkan permohonan tersebut.
Apabila permohonan
intervensi ditolak, maka putusan tersebut merupakan putusan akhir yang dapat
dimohonkan banding, tetapi pengirimannya ke PT harus bersama-sama dengan
perkara pokok. Apabila perkara pokok tidak diajukan banding, maka dengan
sendirinya permohonan banding dari intervenient tidak dapat diteruskan dan yang
bersangkutan dapat mengajukan gugatan tersendiri.
Apabila permohonan
dapat dikabulkan, maka putusan tersebut merupakan putusan sela, yang dicatat
dalam Berita Acara, dan selanjutnya pemeriksaan perkara diteruskan dengan
menggabung gugatan intervensi ke dalam perkara pokok.
E.
Perubahan dan Pencabutan Gugatan.
IR dan R.Bg
tidak mengatur tentang perubahan gugutan yang telah diajukan oleh pengugat.
Oleh karena itu hakim leluasa untuk menentukan samapai sejauh mana perubahan
itu dapat dilakukan oleh pihak pengugat. Sebagaimana patokan ditentukan bahwa
perubahan surat gugat itu diperkenankan asalkan kepentingan kedua belah pihak
harus tetap dijaga dan tidak menimbulkan kerugian pada kedua belah pihak
apabila surat gugat itu dirubah oleh pihak penggugat.
Perubahan
gugatan adalah merubah atau menambah gugatan dengan ketentuan sebagai berikut.
1.
Perubahan gugatan tidak boleh
merugikan pihak lawan
2.
Perubahan gugatan tidak boleh
menyimpang dari asas-asas hukum acara perdata
3.
Perubahan gugatan tidak boleh
menyimpang dari petitum atau tuntutan semula
4.
Perubahan sebelum jawaban tergugat
diperbolehkan tanpa izin terguga
5.
Perubahan gugatan setelah jawaban
tergugat harus dengan izin tergugat
6.
Perubahan gugatan harus memberikan
kesempatan kepada pihak lawan untuk membela diri
7.
Perubahan gugatan dengam mengurangi
petitum tidak boleh.
Pencabutan
gugatan yang telah didaftarkan dan diperiksa di pengadilan dapat dilakukan oleh
pengugat dengan alasan sebagai berikut :
1. Tuntutan
pengugat telah dipenuhi oleh tergugat
2. Adanya
kekeliruan atau kesalahan dalam penyusunan gugatan
Syarat perubahan gugatan, Mahkamah
agung dalam buku pedomannya menyebutkan persyaratan formil yaitu :
1. Pengajuan
perubahan pada sidang pertama dihadiri tergugat
2. Memberi
hak kepada tergugat menanggapi
3. Tidak
menghambat acara pemeriksaan
Dalam hal
perubahan gugatan, dalam praktik peradilan sering terjadi dalam bentuk :
1. Diubah
sama sekali, berarti gugatan itu diubah sama sekali baik posita maupun
petitumnya. Dalam hal ini, putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1043 K/Sip/1971
tanggal 3 Desember 1974 hanya mengizinkan perubahan gugatan terhadap hal-hal
yang tidak prinsip saja, tidak dibenarkan mengubah gugatan yang mengakibatkan
terjadi perubahan pada posita sehingga mengakibatkan tergugat merasa dirugikan
haknya untuk membela diri.
2. Diperbaiki,
maksudnya suatu perbaikan terhadap gugatan berarti hal-hal tertentu dari
gugatan itu bisa diperbaiki. Misalnya ada kekurangan kata,kalimat,kesalahan
ketik atau kelebihan kata-kata yang mesti harus dibetulkan.
3. Dikurangi,suatu
gugatan dikurangi berarti ada bagian-bagian tertentu dari posita atau petitum
gugatan yang dikurangi. Dalam praktik peradilan, pengurangan dalam gugatan
sering dikabulkan oleh hakim karena peraturan perundang-undangan
memperbolehkannya, misalnya semula dalam gugatan empat bidang tanah,kemudian
dikurangi menjadi dua bidang saja.
4. Ditambah,
suatu gugatan ditambah berarti bagian posita atau petitum dari gugatan itu
ditambah. Hal ini bisa terjadi karena dalam posita sudah disebutkan tetapi
dalam petitumnya tidak dicantumkan, dengan demikian perku ditambah dalam bagian
posita atau petitum atau pada kedua-keduanya.
Dengan
demikian jelas, bahwa perubahan atau penambahan gugatan masih diperbolehkan
selama dalam tahap pemeriksaan dan belum memasuki tahap pemeriksaan dan belum
memasuki tahap kesimpulan dengan ketentuan sebagai berikut.
1.
Jika gugatan belum dibacakan maka
perubahan gugatan tidak perlu mendapat persetujuan tergugat.
2.
Jika gugatan sudah dibacakan dan
tergugat telah memberikan jawaban, maka perubahan gugatan hanya dapat dilakukan
apabila telah mendapat izin dari tergugat.
3.
Perubahan tersebut masih dalam
koridor posita gugatan.
Pencabutan
gugatan yang telah didaftarkan dan diperiksa dipengadilan dapat dicabut
sewaktu-waktu dengan syarat sbg berikut :
1. Sebelum
tergugat mengajukan jawaban, gugatan dapat dicabut tanpa izin tergugat
2. Apabila
tergugat sudah mengajukan gugatan jawaban, gugatan dapat dicabut atas izin
tergugat.
F.
Ekspesi dan Rekonvensi.
1.
Ekspesi
Eksepsi
dalam konteks hukum acara perdata memiliki makna tangkisan atau bantahan (objection).
Bisa juga berarti pembelaan (plea) yang diajukan tergugat terhadap
materi gugatan penggugat. Namun, tangkisan atau bantahan yang diajukan dalam
bentuk eksepsi ditujukan kepada hal yang menyangkut syarat formalitas gugatan
dan tidak ditujukan atau menyinggung bantahan terhadap pokok perkara (verweer
ten principale). Salah satu eksepsi dalam hukum acara perdata adalah
eksepsi mengenai kewenangan mengadili. Eksepsi kewenangan mengadili diajukan
apabila dianggap pengadilan tidak berwenang mengadili perkara yang
bersangkutan. Eksepsi kewenangan mengadili dibagi menjadi:
a.
Eksepsi Kewenangan Absolut (Exceptio
Declinatoir)
Kompetensi
absolut berkaitan dengan kewenangan absolut 4 (empat) lingkungan peradilan
(Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan Agama, dan Peradilan
Militer) dan Peradilan Khusus (Arbitrase, Pengadilan Niaga, dan lain-lain).
Masing-masing pengadilan mempunyai yurisdiksi tertentu.
Pengajuan
eksepsi kewenangan absolut (exceptio declinatoir) diatur dalam Pasal 134Herziene
Inlandsch Reglement (“HIR”) dan Pasal 132 Reglement op de
Rechsvordering(“Rv”). Eksepsi kewenangan absolut dapat diajukan oleh
tergugat setiap saat. Pasal 134 HIR dan Pasal 132 Rv mengatur bahwa eksepsi
kewenangan absolut dapat diajukan oleh tergugat setiap saat selama proses
pemeriksaan berlangsung sejak proses pemeriksaan dimulai sampai sebelum putusan
dijatuhkan di persidangan tingkat pertama (Pengadilan Negeri).
b. Eksepsi
Kewenangan Relatif (Relative Comprtitie)
Kompetensi
relatif berkaitan dengan wilayah hukum dari suatu pengadilan dalam satu
lingkungan peradilan yang sama, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 118 HIR.
Pasal 125
ayat (2) dan Pasal 133 HIR mengatur bahwa pengajuan eksepsi kewenangan relatif
harus disampaikan pada sidang pertama dan bersamaan pada saat mengajukan
jawaban pertama terhadap materi pokok perkara.
Pengajuan
eksepsi kewenangan relatif dapat secara lisan atau berbentuk tulisan. Pasal 133
HIR memberikan hak kepada tergugat untuk mengajukan eksepsi kompetensi relatif
secara lisan. Hakim yang menolak dan tidak mempertimbangkan eksepsi lisan,
dianggap melanggar tata tertib beracara dan tindakan tersebut dapat
dikualifikasikan sebagai penyalah gunaan wewenang. Selain secara lisan, eksepsi
kewenangan relatif dapat diajukan dalam bentuk tertulis sebagaimana diatur
dalam Pasal 125 ayat (2) Rv jo Pasal 121 HIR.
2.
Rekonvensi.
Istilah
(gugatan) rekonvensi diatur dalam Pasal 132a HIRyang maknanya rekonvensi
adalah gugatan yang diajukan tergugat sebagai gugatan balasan terhadap gugatan
yang diajukan penggugat kepadanya. Dalam penjelasan Pasal 132a HIR disebutkan,
oleh karena bagi tergugat diberi kesempatan untuk mengajukan gugatan melawan,
artinya. untuk menggugat kembali penggugat, maka tergugat itu tidak perlu
mengajukan tuntutan baru, akan tetapi cukup dengan memajukan gugatan pembalasan
itu bersama-sama dengan jawabannya terhadap gugatan lawannya.
G.
Pembuktian.
Membuktikan
artinya mempertimbangkan secara logis kebenaran suatu fakta atau pristiwa
berdasarkan alat-alat bukti yang sah dan menurut hukum pembuktian yang berlaku.
Untuk memperoleh kepastian bahwa suatu pristiwa/fakta yang diajukan itu benar
terjadi, yang dibuktikan kebenarannya, sehingga nampak adanya hubungan hukum
antara para pihak, inilah merupakan tujuan dari pembuktian itu sendiri.
1.
Hukum
pembuktian
Menurut hukum pembuktian dalam acara
perdata, maka pembuktiannya adalah:
a.
Bersifat mencari kebenaran formil
Artinya dari
setiap pristiwa yang harus dibuktikan adalah kebenarannya. Mencari kebenaran
formil berarti bahwa hakim tidak boleh melampaui batas-batas yang
diajukan oleh pihak-pihak yang berperkara.
b. Tidak
disyaratkan adanya keyakinan hakim
Artinya dalam pembuktian dibolehkan antara
perkara pidana dan perdata. Pembuktian dalam perkara pidana masyarakat
adanya keyakinan hakim, sedangkan dalam perkara tidak secara tegas masyarakat
adanya keyakinan.
c. Alat bukti
harus memenuhi syarat formil dan materil.
Dalam
hukum pembuktian, teridiri dari unsur materil dan unsur formil. Hukum
pembuktian materil mengatur tentang dapat tidaknya diterima pembuktian dengan
alat-alat bukti tertentu dipersidangan serta kekuatan pembuktiannya, sedangkan
hukum pembuktian formil mengatur cara mengadakan pembuktian.
2.
Alat-alat
bukti
Alat-alat dalam perkara perdata
ialah:
a. Alat bukti
surat
b. Alat bukti
saksi
c. Alat bukti
persangkaan
d. Alat bukti
pengakuan
e. Alat bukti
sumpah
f. Pemeriksaan
ditempat (pasal 153)
g. Saksi ahli
(pasal 154 HIR)
h. Pembukuan
(pasal 167 HIR)
i. Pengetahuan
hakim (pasal 178 (1) HIR, UU-MA No. 14/1985)
3.
Bukti
Surat
a.
Pengertian
Alat bukti tertulis atau surat ialah segala sesuatu
yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksud untuk mencurahkan isi hati
atau menyampaikan buah pikiran seeseorang dan digunakan sebagai pembuktian
(alat bukti).
Alat bukti tertulis di atur dalam pasal, 138, 165,
167, HIR /pasal 164, 285-305 R.Bg. 186 No 29 dan pasal 1867-1894 BW, serta
pasal 138-147 RV
b.
Macam-macam alat-alat
bukti surat
Surat sebagai alat bukti tertulis dibedakan menjadi dua, yaitu:
1)
Akta
2)
akta otentik
3)
Akta ialah surat yang diberi
tandatangan, yang memuat pristiwa yang menjadi dasar suatu hak perikatan, yang
dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.
Akta otentik ialah akta yang dibuat oleh atau
dihadapan pejabat yang diberi wewenang untuk itu dan dalam bentuk menurut
ketentuan yang ditetapkan untuk itu, baik denagn maupun tanpa bantuan dari yang
berkepentinagn, ditempat dimana pejabat berwenang menjalankan tugasnya (ps.
1868).
c.
Syarat-syarat akta otentik ada 3
(tiga) yaitu:
1)
Dibuat oleh atau dihadapan
pejabat yang berwenang untuk itu
2)
Dibuat dalam bentuk dan sesuai
ketentuan yang ditetapkan untuk itu
3)
Dibuatkan ditempat pejabat itu
berwenang untuk menjalankan tugasnya.
Akta otentik ada dua macam yaitu:
1. Akta yang
dibuat oleh pejabat ialah akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang untuk
itu karena jabatannya tanpa campur tangan pihak lain, dengan mana pejabat
tersebut menerangkan apa yang dilihat, didengar serta apa yang dilakukan.
2. Akta yang
dibuat dihaddapan pejabat ialah yang dibuat oleh para pihak dihadapan
pejabat yang berwenang untuk itu atas kehendak para pihak, dengan mana
pejabat menerangkan jufa apa yang dilihat dan dilakukan.
Akta
dibawah tangan ialah akta yang dibuat oleh para pihak dengan sengaja untuk
pembuktian, tetapi tanpa bantuan dari seseorang pejabat. Hal ini diatur dalam
stbl 1867 No.29 untuk jawa dan Madura, sedang untuk luar jawa dan Madura diatur
dalam pasal 286 sampai dengan 305 R.Bg pasal 1874-1180 BW juga mengatur masalah
ini.
3. Bukti Saksi
Saksi ialah
orang yang memberikan keterangan dimuka siding, dengan memenuhi
syarat-syarat tertentu, tentang suatu peristiwa atau keadaan yang
ia lihat, dengar dan ia alami sendiri sebagai bukti terjadinya peristiwa atau
keadaan tersebut. Bukti saksi diatur dalam pasal 168-172 HIR
4. Bukti Persangkaan
Persangkaan
adalah kesimpulan yang ditarik dari suatu pristiwa yang telah atau idanggap
terbukti kearah suatu peristiwa yang tidak dikenal atau belum terbukti, baik
yang bersandarkan undang-undang atau kesimpulan yang ditarik oleh
hakim.persangkaan diatur dalam pasal 173 HIR, 1916 BW.
Ada dua macam bentuk persangkaan:
a. Persangkaan
berdasarkan undang-undang
Contoh:
pasal 5 ayat 2 UU No. 1/1974 yaitu bahwa untuk mendapat ijin poligami dari
pengadilan tidak diperlukan persetujuan dari istri apabila istri tidak ada
kabar selama 2 tahun, berarti dalam kasus ini, poligami dianggap sah tanpa
persetujuan istri.
b. Persangkaan
yang berupa kesimpulan yang ditarik oleh hakim dari keadaan yang timbul
dipersidangan,seperti:
1)
Tentang sesuatu yang penting dan
seksama
2)
Atau tentang sesuatu yang terang dan
pasti
Kekuatan
pembuktiannya bersifat memaksa. Hakim terikat pada ketentuan undang-undang
kecuali jika dilumpuhkan oleh bukti lawan. Karena persangkaan bukan
merupakan bukti yang berdiri sendiri melainkan berpijak pada kenyataan lain
yang telah terbukti, maka untuk menyusun bukti persangkaan harus di buktikan
dahulu fakta-fakta yang mendasarinya. Apabila fakta-fakta yang mendasarinya
telah dibuktikan maka hakim dapat menyusun bukti persangkaan dalam pertimbangan
hukumnya sesuai hukum berfikir yang logis, dengan memenuhi syarat-syarat
tersebut di atas.
5. Bukti Pengakuan
Pengakuan
ialah pernyataan seseorang tentang dirinya sendiri, bersifat dan tidak
memerlukan persetujuan pihak lain. Pengakuan sebagai alat bukti diatur dalam
pasal 174,175,176, HIR pasal 311, 312, 31 R.Bg dan pasal 1923-1923 BW.
Pengakuan
dapat diberikan di muka hakim dipersidangan atau di luar persidangan. Selain
itu pengakuan dapat pyula diberikan secara tertulis maupun lisan di depan
siding. Ada beberapa macam bentuk pengakuan yaitu pengakuan murni, pengakuan dengan
kualifikasi dan pengakuan dengan klausula. Berikut ini akan dibicarakan
masing-masing jenis dan bentuk pengakuan dalam pemeriksaan di persidangan:
a.
Pengakuan murni di muka siding
b.
Pengakuan dengan kualifikasi
c.
Pengakuan dengan clusula
d.
Pengakuan tertulis
e.
Pengakuan lewat kuasa hukum/wakil
6. Bukti Sumpah
Sumpah
ialah suatu penyataan yang khidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu
memberi janji atau keterangan dengan mengingat sifat maha kuasa tuhan dan
percaya bahwa siapa yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan
dihukum oleh-Nya. Sumpah merupakan tindakan religious yang digunakan dalam
proses peradilan. Ada 2 macam sumpah, yaitu:
a. Sumpah/janji
untuk melakukan atau tindakan melakukan sesuatu, yang disebut sumpah promissoir
b. Sumpah/janji
untuk memberi keterangan guna meneguhkan bahwa sesuatu benar demikian atau
tidak benar, yang disebut sumpah assertoirr atau confirmatoir
Sumpah
promissoir dilakukan oleh saksi atau ahli juru bahasa dan hukum, denag
ciri-ciri:
a. Sumpah
diucapkan sebelum mereka memberikan keterangan.
b. Sumpah
berfungsi sebagai syarat formil sahnya suatu keterangan
c. Sumpah ini
ukan merupakan alat bukti
d. Sumpah ini
tidak mengakhiri sengketa
Sumpah
assertoir dilakukan oleh para pihak dalam perkara, dengan ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Sumpah
diucapkan sesudah mereka memberi keterangan atau melakukan sesuatu
b. Sumpah
berfungsi untuk meneguhkan suatu pristiwa atauhak
c. Sumpah ini
termasuk alat bukti
d. Sumpah ini
mengakhiri sengketa
Sumpah
promisoir mempunyai fungsi formil, yaitu sebagai syarat syah dilakuakn suatu
tindakan yang menurut hukum harus dilakukan diatas sumpahnya itu. Sedangkan
sumpah asertoir mempunyai fungsi materil, yaitu sebagai alat bukti di muka
pengadilan untuk menyelesaikan sengketa. Setiap sumpah harus dilakukan menurut
keyakinan agamanya dari yang bersangkutan.